Gorontalo_Dalam upaya memperkuat budaya damai di lingkungan pendidikan dasar, Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Gorontalo (UNG), menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Uji Validasi Instrumen Pemetaan Model Pengembangan Sekolah Perdamaian. Kegiatan ini berlangsung selama satu hari dan diikuti oleh mahasiswa PGSD serta guru-guru sekolah dasar yang menjadi mitra strategis dalam pengembangan pendidikan karakter dan budaya damai.

FGD ini merupakan bagian penting dari rangkaian riset yang dikembangkan oleh tim dosen Jurusan PGSD FIP UNG dalam rangka merumuskan model konseptual dan praktis untuk implementasi Sekolah Perdamaian (Peaceful School) di tingkat pendidikan dasar. Sebagai bentuk sinergi antara akademisi dan praktisi, kegiatan ini bertujuan untuk menguji validitas dan kepraktisan instrumen yang akan digunakan dalam pemetaan awal terhadap kesiapan sekolah-sekolah dasar di Gorontalo dalam mengadopsi nilai-nilai perdamaian dalam pembelajaran, tata kelola sekolah, serta interaksi sosial antarwarga sekolah.

Dalam sambutannya, Ketua Jurusan PGSD, Dr. [Nama Ketua Jurusan], menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi langkah awal dalam mewujudkan ekosistem pendidikan yang berpihak pada pengembangan nilai-nilai toleransi, non-kekerasan, resolusi konflik, dan partisipasi inklusif. “Sekolah perdamaian bukan hanya tentang menciptakan lingkungan yang bebas konflik, tetapi juga membangun pola pikir generasi muda yang humanis, kritis, dan mampu hidup dalam keberagaman,” ungkap beliau.

Peserta FGD terdiri atas dua kelompok utama, yaitu mahasiswa sebagai calon pendidik masa depan dan guru-guru mitra dari beberapa sekolah dasar di Kota Gorontalo yang telah lama bekerja sama dengan Jurusan PGSD UNG. Kehadiran para guru sebagai representasi dari dunia praktik memberikan dimensi penting dalam diskusi, khususnya dalam menilai kesesuaian instrumen dengan realitas di lapangan.

Proses validasi dilakukan melalui sesi diskusi kelompok dan presentasi terbuka terhadap butir-butir instrumen yang telah dirancang oleh tim dosen. Mahasiswa berperan aktif memberikan perspektif akademik dan inovatif, sementara para guru menyumbangkan pengalaman dan narasi kontekstual dari lingkungan sekolah masing-masing. Aspek yang divalidasi meliputi kejelasan indikator, relevansi terhadap kondisi sekolah dasar, serta potensi keberterimaan (acceptability) dari pengguna lapangan.

Dr. [Nama Dosen Peneliti], selaku koordinator kegiatan dan penggagas model sekolah perdamaian di UNG, menjelaskan bahwa proses validasi ini tidak hanya bersifat teknis, melainkan juga etis dan kultural. “Kami ingin memastikan bahwa instrumen ini tidak hanya akurat secara metodologis, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai lokal Gorontalo seperti huyula (gotong royong) dan tombodu (kesantunan) yang selama ini menjadi landasan hidup bermasyarakat di daerah ini,” ujar beliau.

Lebih lanjut, kegiatan ini juga menjadi bagian dari penguatan kapasitas mahasiswa dalam melakukan penelitian berbasis pengabdian masyarakat dan membentuk jejaring kerja sama dengan sekolah. Diharapkan, setelah validasi ini, instrumen dapat digunakan untuk survei lapangan dan menjadi dasar pengembangan program sekolah percontohan yang menerapkan model Sekolah Perdamaian secara komprehensif.

Di akhir kegiatan, dilakukan sesi refleksi dan rencana tindak lanjut (RTL) yang difasilitasi oleh tim dosen PGSD. Beberapa rekomendasi penting yang muncul dari peserta antara lain perlunya penyusunan panduan praktis penerapan sekolah perdamaian bagi guru, penguatan muatan nilai damai dalam RPP dan pembelajaran tematik, serta pelatihan lanjutan bagi kepala sekolah dan tenaga kependidikan.

Kegiatan ini menegaskan peran Jurusan PGSD UNG sebagai pelopor dalam pengembangan inovasi pendidikan yang tidak hanya menekankan aspek akademik, tetapi juga kemanusiaan. Dengan semangat kolaboratif, UNG terus mendorong lahirnya generasi pendidik yang tak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak dalam membangun dunia yang lebih damai dan berkeadilan.